Makalah Lembaga Penjamin Polis
ASURANSI SYARIAH TENTANG LEMBAGA PENJAMIN POLIS
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, asuransi sudah berkembang pesat. Baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah, asuransi negeri maupun swasta. Terlihat dari munculnya gedung-gedung lembaga asuransi di berbagai kota di Indonesia. Hal tersebut tentunya di imbangi dengan minat masyarakat terhadap asuransi semakin tinggi walaupun di Indonesia masih tergolong masih sedikit. Manusia wajib berikthiar memperkecil risiko yang timbul serta tidak hanya pasrah menerima semuanya. Sudah sejak lama orang mencari cara untuk mengatasi dan meminimalisir risiko, dan inilah yang sekarang dikenal sebagai asuransi atau pertanggungan yang tercantum dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang :[1]
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu “.
Asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko mempunyai kegunaan yang positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun bagi pembangunan negara. Asuransi juga memberikan nilai pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari suatu ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.[2]
Namun demikian, ada problematika yang sampai sekarang masih menjadi dilema masyarakat. Yaitu belum adanya lembaga penjamin polis, sehingga terlihat adanya ketimpangan antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. Peserta asuransi merasa dirugikan dengan keadaan seperti ini karena tidak ada lembaga yang menjamin polis, tidak seperti di lembaga-lembaga keuangan lainnya yang mempunyai lembaga penjamin simpanan.
Lembaga perasuransian, sama halnya dengan lembaga perbankan, akan dipercaya apabila dapat memberikan jaminan kepercayaan kepada masyarakat. Perusahaan asuransi harus benar-benar dapat memberikan jaminan bahwa dana yang dikumpulkan akan dikembalikan di kemudian hari sesuai dengan hak nasabah.[3] Namun jika tidak ada lembaga yang menjamin polis maka peserta tidak bisa berbuat apa-apa jika perusahaan asuransi yang dipercaya ternyata dinyatakan pailit. Hal semacam ini adalah kekhawatiran yang dirasakan oleh masyarakat dalam memandang asuransi di saat ini. Jika hal ini dibiarkan maka akan menghambat proses perkembangan asuransi di Indonesia, maka dari itu keberadaan lembaga penjamin polis sangat penting.
Rumusan Masalah
1. Apa Dampak Negatif Jika Lembaga Penjamin Polis Tidak Ada?
2. Apa Dampak Positif Jika Lembaga Penjamin Polis Didirikan?
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Dampak Negatif Jika Lembaga Penjamin Polis Tidak Ada.
2. Mengetahui Dampak Positif Jika Lembaga Penjamin Polis Didirikan.
KerangkaTeori
1. Teori Tentang Asuransi
Asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang artinya tanggungan.[4] Secara istilah, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti kerugian-kerugian besar yang belum pasti.Dengan demikian, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, supaya dapat menghadapi kerugian-kerugian besar yang kemungkinan terjadi pada waktu mendatang. Jadi, segala kerugian yang dapat terjadi pada masa yang akan datang, kita pindahkan (shift) kepada perusahaan asuransi.[5] Menurut pengertian lainnya, asuransi adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu, kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya.[6]
Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (subtitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.Dengan demikian, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, supaa dapat menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang. Jadi, segala kerugian yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, kita pindahkan (shift) kepada perusahaan asuransi.[7]
Istilah asuransi, menurut pengertian riilnya, adalah “iuran bersama untuk meringankan beban individu, kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya”. Konsep asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bisa tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok. Maka tujuan dari asuransi adalah untuk menyiapkan bekal guna menghadapi bahaya yang menimpa kehidupan dan urusan manusia.[8] Dalam hukum asuransi atau pertanggungan di Inggris, asuransi atau pertanggungan disebut insurance, penanggung disebut the insurer, dan tertanggung disebut dengan the insured. Meski istilah asuransi dan pertanggungan dipakai sebagai sinonim, istilah pengasuransi dan terasuransi tidak pernah dipakai, yang dipakai adalah istilah penanggung dan tertanggung, baik dalam undang-undang maupun dalam kontrak. Dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu kontrak perjanjian antara tertanggung dengan penanggung dengan berjanji akan membayar kerugian kepada tertanggung, menurut pandangan bisnis asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima atau menjual jasa, pemindahan resiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dari berbagai resiko. Dari sudut pandang sosial asuransi adalah organisasi sosial yang menerima pemindahan resiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada anggota-anggotanya, dalam pandangan matematika asuransi adalah aplikasi matematika dalam meperhitungkan biaya-biaya dan faidah pertanggungan resiko. Istilah asuransi ini lebih banyak dikenal dan dipakai oleh perusahaan pertanggungan. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransi, memberikan definisi tentang asuransi sebagai berikut :
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”
Warkum Sumtro menjelaskan bahwa:
Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[9]
Menurut Undang-Undang nomor 2 tahun 1992, asuransi didefinisikan sebagai sebuah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengkatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan kejadian yang buruk atau dirugkan.[10]
Asuransi dalam terminologi hukum merupakan suatu perjanjian, oleh karena itu perjanjian itu sendiri perlu dikaji sebagai acuan menuju pada pengertian asuransi.Di samping itu karena acuan pokok perjanjian asuransi tetap pada pengertian dasar dari perjanjian. Secara umum pengertian perjanjian dapat dijabarkan antara lain adalah sebagai berikut:
Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Suatu hubungan hukum antara pihak, atas dasar mana pihak yang satu (yang berpiutang atau kreditur) berhak untuk suatu prestasi dari yang lain. (yang berhubungan atau debitur) yang juga berkewajiban melaksanakan dan bertanggung jawab atas suatu prestasi.[11]
Berdasarkan definisi tersebut diatas maka asuransi merupakan perjanjian atau kontrak antara para pihak yang sepakat, dimana salah satu pihak bertindak sebagai penanggung jawab terhadap resiko dari suatu potensi kerugian yang diperjanjikan, dan pihak lain bertindak sebagai tertanggung yang akan menerima ganti rugi sebesar kerugian yang dialaminya ataupun sebesar nilai yang telah diperjanjikan.[12]
PEMBAHASAN
Dampak Negatif Tidak Adanya Lembaga Penjamin Polis
Dampak Positif Adanya Lembaga Penjamin Polis
PENUTUP
Kesimpulan
Faktor yang Mempengaruhi Peran BPJS Kesehatan ada lima yaitu:
1. Kualitas SDM (Sumber Daya Manusia).
2. Kondisi sarana prasarana.
3. Sistem anggaran.
4. Mekanisme pencairan klaim oleh pihak BPJS.
5. Faktor kesadaran masyarakat.
Kualitas Pelayanan Kesehatan
1. Upaya meningkatkan fasilitas fisik dan sarana prasarana.
2. Upaya peningkatan profesionalisme dalam pelayanan kesehatan.
3. Upaya peningkatan program promotif dan preventif (Program Imunisasi, Keluarga Berencana dan Skrining Kesehatan).
DAFTAR PUSTAKA
Azawar, 1999, Sistem dan Prosedur Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Gilang, 2007, Bentuk Pelayanan, Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013.Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan.(Jakarta: Kementerian Kesehatan RI).
Tjiptono, Fandy, 2007, Strategi Pemasaran, Yogyakarta, Penerbit Andi.
Widada, Trisna dkk.. 2017.Peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Masyarakat (Studi di RSUD Hasanuddin Damrah Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu). (Yogyakarta:Jurnal Ketahanan Nasional. No.2. Agustus. XXIII).
Peraturan Perundangan
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Internet
Setyawan, Alfurqon. “Mulai 1 Januari 2014, Pemerintah Beri Jaminan Kesehatan 140 Juta Peserta BPJS”.http://setkab.go.id/mulai-1-januari-2014-pemerintah-beri-jaminan-kesehatan-140-juta-peserta-bpjs/. (Diakses Tanggal 14 Nopember 2017).
[1] Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 246.
[2] Prof. Abdulkadir Muhammad, SH, Hukum Asuransi Indonesia , (PT Citra Aditya Bakti: Bandung 2006), hlm. 5.
[3] Henky K. V. Paendong, Perlindungan Pemegang Polis Pada Asuransi Jiwa Di Kaitkan Dengan Nilai Investasi, (Tk, No. 6, Oktober-Desember, I, 2013), hlm 10.
[4] Hassan Syadilly dan John M. Echols, Kamus Inggggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm. 326.
[5] Salim A. Abbas, Dasar-dasar Asuransi,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm 1.
[6] Muhammad Muslehudin, Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta: Lentera Basritama, 1999), hlm. 3.
[7] Salim A. Abbas, Dasar – dasar Asuransi, hlm. 2.
[8] Muhammad Muslehudin, Menggugat Asuransi Moderen., hlm. 3
[9] Warkum Sumitro, Azas-azas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 165-166.
[10] Khoiril Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Maslahat, (Solo: Tiga Serangkai, 2007), hlm. 6.
[11] Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi Dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 82.
[12] Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 11.
ASURANSI SYARIAH TENTANG LEMBAGA PENJAMIN POLIS
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, asuransi sudah berkembang pesat. Baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah, asuransi negeri maupun swasta. Terlihat dari munculnya gedung-gedung lembaga asuransi di berbagai kota di Indonesia. Hal tersebut tentunya di imbangi dengan minat masyarakat terhadap asuransi semakin tinggi walaupun di Indonesia masih tergolong masih sedikit. Manusia wajib berikthiar memperkecil risiko yang timbul serta tidak hanya pasrah menerima semuanya. Sudah sejak lama orang mencari cara untuk mengatasi dan meminimalisir risiko, dan inilah yang sekarang dikenal sebagai asuransi atau pertanggungan yang tercantum dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang :[1]
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu “.
Asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko mempunyai kegunaan yang positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun bagi pembangunan negara. Asuransi juga memberikan nilai pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari suatu ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.[2]
Namun demikian, ada problematika yang sampai sekarang masih menjadi dilema masyarakat. Yaitu belum adanya lembaga penjamin polis, sehingga terlihat adanya ketimpangan antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. Peserta asuransi merasa dirugikan dengan keadaan seperti ini karena tidak ada lembaga yang menjamin polis, tidak seperti di lembaga-lembaga keuangan lainnya yang mempunyai lembaga penjamin simpanan.
Lembaga perasuransian, sama halnya dengan lembaga perbankan, akan dipercaya apabila dapat memberikan jaminan kepercayaan kepada masyarakat. Perusahaan asuransi harus benar-benar dapat memberikan jaminan bahwa dana yang dikumpulkan akan dikembalikan di kemudian hari sesuai dengan hak nasabah.[3] Namun jika tidak ada lembaga yang menjamin polis maka peserta tidak bisa berbuat apa-apa jika perusahaan asuransi yang dipercaya ternyata dinyatakan pailit. Hal semacam ini adalah kekhawatiran yang dirasakan oleh masyarakat dalam memandang asuransi di saat ini. Jika hal ini dibiarkan maka akan menghambat proses perkembangan asuransi di Indonesia, maka dari itu keberadaan lembaga penjamin polis sangat penting.
Rumusan Masalah
1. Apa Dampak Negatif Jika Lembaga Penjamin Polis Tidak Ada?
2. Apa Dampak Positif Jika Lembaga Penjamin Polis Didirikan?
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Dampak Negatif Jika Lembaga Penjamin Polis Tidak Ada.
2. Mengetahui Dampak Positif Jika Lembaga Penjamin Polis Didirikan.
KerangkaTeori
1. Teori Tentang Asuransi
Asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang artinya tanggungan.[4] Secara istilah, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti kerugian-kerugian besar yang belum pasti.Dengan demikian, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, supaya dapat menghadapi kerugian-kerugian besar yang kemungkinan terjadi pada waktu mendatang. Jadi, segala kerugian yang dapat terjadi pada masa yang akan datang, kita pindahkan (shift) kepada perusahaan asuransi.[5] Menurut pengertian lainnya, asuransi adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu, kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya.[6]
Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (subtitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.Dengan demikian, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, supaa dapat menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang. Jadi, segala kerugian yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, kita pindahkan (shift) kepada perusahaan asuransi.[7]
Istilah asuransi, menurut pengertian riilnya, adalah “iuran bersama untuk meringankan beban individu, kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya”. Konsep asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bisa tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok. Maka tujuan dari asuransi adalah untuk menyiapkan bekal guna menghadapi bahaya yang menimpa kehidupan dan urusan manusia.[8] Dalam hukum asuransi atau pertanggungan di Inggris, asuransi atau pertanggungan disebut insurance, penanggung disebut the insurer, dan tertanggung disebut dengan the insured. Meski istilah asuransi dan pertanggungan dipakai sebagai sinonim, istilah pengasuransi dan terasuransi tidak pernah dipakai, yang dipakai adalah istilah penanggung dan tertanggung, baik dalam undang-undang maupun dalam kontrak. Dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu kontrak perjanjian antara tertanggung dengan penanggung dengan berjanji akan membayar kerugian kepada tertanggung, menurut pandangan bisnis asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima atau menjual jasa, pemindahan resiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dari berbagai resiko. Dari sudut pandang sosial asuransi adalah organisasi sosial yang menerima pemindahan resiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada anggota-anggotanya, dalam pandangan matematika asuransi adalah aplikasi matematika dalam meperhitungkan biaya-biaya dan faidah pertanggungan resiko. Istilah asuransi ini lebih banyak dikenal dan dipakai oleh perusahaan pertanggungan. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransi, memberikan definisi tentang asuransi sebagai berikut :
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”
Warkum Sumtro menjelaskan bahwa:
Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[9]
Menurut Undang-Undang nomor 2 tahun 1992, asuransi didefinisikan sebagai sebuah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengkatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan kejadian yang buruk atau dirugkan.[10]
Asuransi dalam terminologi hukum merupakan suatu perjanjian, oleh karena itu perjanjian itu sendiri perlu dikaji sebagai acuan menuju pada pengertian asuransi.Di samping itu karena acuan pokok perjanjian asuransi tetap pada pengertian dasar dari perjanjian. Secara umum pengertian perjanjian dapat dijabarkan antara lain adalah sebagai berikut:
Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Suatu hubungan hukum antara pihak, atas dasar mana pihak yang satu (yang berpiutang atau kreditur) berhak untuk suatu prestasi dari yang lain. (yang berhubungan atau debitur) yang juga berkewajiban melaksanakan dan bertanggung jawab atas suatu prestasi.[11]
Berdasarkan definisi tersebut diatas maka asuransi merupakan perjanjian atau kontrak antara para pihak yang sepakat, dimana salah satu pihak bertindak sebagai penanggung jawab terhadap resiko dari suatu potensi kerugian yang diperjanjikan, dan pihak lain bertindak sebagai tertanggung yang akan menerima ganti rugi sebesar kerugian yang dialaminya ataupun sebesar nilai yang telah diperjanjikan.[12]
PEMBAHASAN
Dampak Negatif Tidak Adanya Lembaga Penjamin Polis
Dampak Positif Adanya Lembaga Penjamin Polis
PENUTUP
Kesimpulan
Faktor yang Mempengaruhi Peran BPJS Kesehatan ada lima yaitu:
1. Kualitas SDM (Sumber Daya Manusia).
2. Kondisi sarana prasarana.
3. Sistem anggaran.
4. Mekanisme pencairan klaim oleh pihak BPJS.
5. Faktor kesadaran masyarakat.
Kualitas Pelayanan Kesehatan
1. Upaya meningkatkan fasilitas fisik dan sarana prasarana.
2. Upaya peningkatan profesionalisme dalam pelayanan kesehatan.
3. Upaya peningkatan program promotif dan preventif (Program Imunisasi, Keluarga Berencana dan Skrining Kesehatan).
DAFTAR PUSTAKA
Azawar, 1999, Sistem dan Prosedur Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Gilang, 2007, Bentuk Pelayanan, Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013.Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan.(Jakarta: Kementerian Kesehatan RI).
Tjiptono, Fandy, 2007, Strategi Pemasaran, Yogyakarta, Penerbit Andi.
Widada, Trisna dkk.. 2017.Peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Masyarakat (Studi di RSUD Hasanuddin Damrah Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu). (Yogyakarta:Jurnal Ketahanan Nasional. No.2. Agustus. XXIII).
Peraturan Perundangan
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Internet
Setyawan, Alfurqon. “Mulai 1 Januari 2014, Pemerintah Beri Jaminan Kesehatan 140 Juta Peserta BPJS”.http://setkab.go.id/mulai-1-januari-2014-pemerintah-beri-jaminan-kesehatan-140-juta-peserta-bpjs/. (Diakses Tanggal 14 Nopember 2017).
[1] Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 246.
[2] Prof. Abdulkadir Muhammad, SH, Hukum Asuransi Indonesia , (PT Citra Aditya Bakti: Bandung 2006), hlm. 5.
[3] Henky K. V. Paendong, Perlindungan Pemegang Polis Pada Asuransi Jiwa Di Kaitkan Dengan Nilai Investasi, (Tk, No. 6, Oktober-Desember, I, 2013), hlm 10.
[4] Hassan Syadilly dan John M. Echols, Kamus Inggggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm. 326.
[5] Salim A. Abbas, Dasar-dasar Asuransi,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm 1.
[6] Muhammad Muslehudin, Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta: Lentera Basritama, 1999), hlm. 3.
[7] Salim A. Abbas, Dasar – dasar Asuransi, hlm. 2.
[8] Muhammad Muslehudin, Menggugat Asuransi Moderen., hlm. 3
[9] Warkum Sumitro, Azas-azas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 165-166.
[10] Khoiril Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Maslahat, (Solo: Tiga Serangkai, 2007), hlm. 6.
[11] Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi Dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 82.
[12] Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 11.
Komentar
Posting Komentar